Bau Dollar di Sampah Rumah Tangga

Sampah rumah tangga di kota besar seperti Jakarta punya dua sisi, problem atau berkah. Merubah problem jadi berkah memerlukan Teknologi.

Sore tadi Jam 15.00 saya kebetulan mewakili Panasonic Gobel untuk jadi pembicara di Pertamina Energy Forum (PEF) 2017. Suatu konferensi para ahli energi, business man, NGO dan pemerhati energi setiap tahun. Kali ini berkenaan dengan 60 tahun Pertamina, tema Pertamina Energy Forum 2017 di fokus kan pada Renewable Energy.

Kebetulan dalam sessi sore hari, sessi penutup yang dipandu oleh Timothy Marbun, penyiar Kompas TV yang berusia 30 tahunan, saya juga menjadi panelis tertua. Yang lain usianya separuh dari saya, ada Daniel S Purba dari Pertamina, Abishek Dangra dari S&P Global rating dan Dr. Eng Bayu Indrawan.

Bayu Indrawan jadi bintang diantara kami. Semua audience tertarik dengan paparannya. Dalam session Q and A tak ada yang bertanya ke saya. Jadi bebas tugas. Bayu ini memang figur menarik. Usia 26 tahun ia sudah memperoleh gelar PhD dari Tokyo Institute Technology. Top rank University di Jepang. Sekolah ternama dan tak mudah mendapatkan gelar Doktor disana.

Bidang keahlian yang dipilih juga tak lazim, Waste Energy, Teknologi pembangkit energi dengan bahan baku sampah. Semua yang jadi limbah rumah tangga atau limbah Industri menurutnya dapat diubah jadi energi.

Setamat kuliah ia kembali ke Indonesia. Cita citanya satu, menemukan solusi energi terbarukan agar sampah rumah tangga kota Jakarta yang ribuan ton perhari bisa diubah jadi sumber tenaga listrik. Merubah bau dalam sampah yang tidak bersahabat menjadi dollar dan problem solution untuk kebersihan lingkungan hidup. Proses Recycle dan Reuse untuk mentransformasikan sampah jadi sumber penerang di rumah-rumah yang terletak dipinggiran.

Hampir 6 tahun ia mengetuk semua pintu investor dan pintu pengambil keputusan, ia berjalan kesana kemari sendirian hampir sia-sia. Ketika ia dilanda rasa frustrasi, Allah memberikan jalan tak terduga. Ikhtiarnya disambut oleh seorang investor.

Kini ia memiliki pabrik yang mengolah sampah jadi potongan bricket “batu pemantik energi” begitu ia sebut. Seolah ia menemukan “batu berkalori mirip batu bara” hasil proses penguraian sampah dan pembakaran menjadi serpihan bubuk homogen yang dipadatkan. Melalui pabrik ini, ia kini berhasil menerapkan ilmu yang diperoleh nya di Tokyo Institute Technology yakni Waste Energy. Ia bercerita tentang pengalaman dan sukaduka nya dengan riang gembira. Karenanya pemaparannya jadi primadona.

Peserta lebih menyenangi topik yang ia sajikan dibanding topik saya, Electric Storage Systems atau Baterai Penyimpan Hasil Energi Cell Surya dan juga Battery Lithium yang dikembangkan oleh Panasonic bersama Tesla di Gigafactory yang dibangun oleh Elon Musk di Nevada.

Saya jadi ikut terpesona pada kegigihan dan keahlian Bayu dalam bidang Waste Energy. Merubah bau sampah yang busuk menjadi bau dollar sebagai revenue stream pembangkit energi listrik Renewable.

Andaikata anak-anak muda seperti Bayu ini diberi kesempatan berinovasi, saya fikir masalah sampah di kota kota besar akan mampu kita ubah jadi sumber energi. Bahan bakar fosil bisa dikurangi konsumsi nya.

Yusman Syafii Jamal
(Mantan Menteri Perhubungan Indonesia 2007-2009)

sumber : Fakta News