Di Kabupaten Tangerang, Sampah Diubah Menjadi Briket Berbau Kopi

Hampir 800 ton sampah hilir mudik masuk ke Kabupaten Tangerang. Hingga tahun ini, pengolahan sampah di kota seribu industri ini menjadi masalah yang tak kunjung selesai. Kini, sebuah pengolahan sampah berteknologi hidrotermal hadir di Legok. Sampah yang bau berubah menjadi briket arang dan berbau kopi.


Tanpa ragu, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar memegang briket bulat berwarna hitam. Tangannya meremas lembut benda yang diketahui berasal dari sampah rumah tangga tersebut. Bau mirip kopi menyeruak dalam bangunan pengolahan sampah berteknologi hidrotermal, kemarin. ”Baunya tidak seperti sampah dan briketnya sangat kering,” kata Zaki.


Ya, Kabupaten Tangerang menjadi daerah pertama yang pertama kalinya memiliki fasilitas pengolahan sampah ramah lingkungan menggunakan teknologi hidrotermal pertama di Indonesia. Hasil pengolahan sampah dari teknologi ini berupa bulatan sampah yang dapat digunakan sebagai bahan bakar seperti batubara. ”Teknologi ini harus terus dikembangkan,” kata dia.


Zaki yang meninjau langsung pengelolaan sampah di Kampung Carang Pulang, Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan berdecak kagum. Dikatakan dia, teknologi ini dapat dijadikan contoh untuk wilayah lain, dan tentunya menjadikan solusi tentang permasalahan sampah yang ada di Kabupaten Tangerang. ”Kedepannya pengembang akan bekerja sama dengan pengembangan teknologi tersebut untuk mengatasi permasalahan sampah yang ada di Kabupaten Tangerang,” ujarnya


Hal senada disampaikan Kepala Teknologi Hidrotermal Summarecon, Bayu Indrawan. Pengelolaan sampah ini merupakan kerjasama operasional Summarecon dengan Shinko Teknik Indonesia. Investasi bernilai miliaran rupiah ini digelontorkan oleh Summarecon berikut fasilitas, teknologi dan operasionalnya.


”Dari studi kelayakan hingga design engineering details (DED) sampai beroperasi. Produksi awalnya, pengolahan baru berkapasitas 25 ton per hari. Jika ini berhasil, kapasitas akan ditambah mencapai hingga 100 ton per hari,” paparnya.


Bayu menambahkan, teknologi hidrotermal prinsip kerjanya seperti cara memasak presto. Secara teknis, sambung dia, briket dihasilkan dari sampah tercampur masuk kedalam sistem, diawal proses akan ada pemilahan untuk sampah yang tidak terbakar, seperti kaca dan besi. Hal ini dilakukan karena akan mempengaruhi kualitas produk yang akan dihasilkan setelah proses.


”Di dalam reaktor hidrotermal, terjadi proses penghancuran dan pemampatan sampah dengan tekanan uap panas yang dihasilkan oleh boiler / mesin ketel uap,” katanya.


Produk yang dihasilkan setelah proses di dalam reaktor hidrotermal selama kurang lebih 30 menit, berupa padatan hitam yang apabila setelah dikeringkan memiliki nilai kalori hampir serupa dengan batubara.


”Secara sederhananya, proses hidrotermal mempersingkat waktu pembentukan batu bara yang pada umumnya ribuan tahun secara natural, dengan bantuan panas dan tekanan tinggi akan menjadikannya hanya dalam waktu yang singkat,” paparnya.


Selain sebagai briket, sambung Bayu, hasil presto sampah bisa digunakaan untuk campuran bahan semen dan hasil olahan ini memiliki nilai ekonomis bisa dijual ke pabrik semen, pembangkit listrik yang biasanya menggunakan batu bara. ”Yang paling penting ini teknologi ramah lingkungan,” katanya.


Dijelaskan dia, pengolahan sampah di Indonesia merupakan masalah yang tak kunjung selesai bahkan negara-negara maju sekalipun. Manajemen pemilahan yang buruk menjadikan sampah di Indonesia menjadi semakin sulit untuk dicarikan solusi pengolahan yang efisien dan ramah lingkungan. ”Untuk itu, kami mewujudkan ini agar hasilnya bisa dinikmati bersama,” pungkas Bayu. (*)


sumber : Radar Banten