Pria ini Ciptakan Pengolahan Sampah Biomassa Hidrotermal Pertama di Indonesia

JAKARTA (KBK) – Setelah  sukses mengembangkan biomassa hidrotermal di Jepang. Dr. Eng Bayu Indrawan kembali ke Indonesia dengan misi yang sama, yakni ingin menghadirkan teknologi tersebut guna membantu pemerintah Indonesia menanggulangi masalah sampah yang berlarut-larut.


Menurut Direktur PT.Shinko Teknik Indonesia itu sampah sejatinya sangat berdayaguna dan memiliki nilai karena dapat disulap menjadi bahan bakar setingkat batu bara dengan biomassa hidrotermal.


Sejak tahun 2003, Bayu begitu ia akrab disapa telah berkecipung secara intensif di sektor energi dan lingkungan. Bak gayung bersambut, dirinya pun mendapatkan beasiswa penuh dari Tokyo Institute of Technology, Jepang bidang lingkungan sains dan teknologi dengan fokus pada pengolahan limbah teknologi energi yang didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang.


“Di Jepang saya sempat jadi joni alias jongos nippon selama beberapa tahun, saya berpikir ingin juga mengembangkan biomassa hidrotermal di Indonesia. Saya ingin membantu pemerintah Indonesia tangani sampah. Alhamdulilah di Indonesia saya mendapat investor dari Summarecon Serpong,” jelas penerima gelar Doktor Dogree (Dr. Eng.) itu.


Teknologi pengolahan sampah hidrotermal sendiri ialah teknologi yang dapat mengubah sampah menjadi produk yang bermanfaat dan ramah lingkungan, seperti bahan bakar padat menyerupai batu bara, pupuk dan pakan ternak.


Pengolahan dimulai dengan memasukan sampah basah atau kering ke dalam reaktor dan kemudian disambung dengan sebuah pengaduk dalam reaktor selama 1 jam. Sampah lalu “dipresto” dengan suhu 28 bar hingga berubah menjadi gumpalan berserat yang memiliki aroma seperti kopi. Serat tersebut lantas dijemur selama 4 hari hingga kering dan baru bisa digunakan untuk bahan bakar.


Di atas lahan seluas 5000 meter persegi di Kampung Carang Pulang, Kabupaten Tangerang, Banten, Bayu mendapat guyuran modal dari pihak Summarecon Serpong senilai Rp 50 miliar guna mengaplikasikan pengolahan sampah biomassa hidrotermal, dimana sekitar Rp 10-20 miliar diantaranya untuk peralatan, sedangkan sisanya untuk pembangunan infrastruktur.


Dengan jumlah sampah di kawasan Summarecon Serpong sebanyak 25 ton perhari, biomassa yang diproduksi Bayu masih sangat minim sekitar 70% dari pasokan sampah dan masih digunkaan untuk kepentingan internal. Selain lebih efisien, harga jual biomassa di tingkat pasaran juga tinggi sekitar 23 USD/KwH.


“Sampah di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya itu sekitar 1.800 ron per hari, yang baru bisa terangut 800-900 ton. Dengan biomassa ini permasalahan sampah seperti itu bisa tertangani tinggal bagaimana antar pemerintahnya,” ungkap Bayu kepada KBK awal Oktober lalu.


Kedepannya Bayu berharap dapat bersinergi dengan pemerintah baik di tingkat kabupaten maupun provinsi di Indonesia untuk duduk bersama tanggulangi permasalahan sampah mengingat biomassa hidrotermal ciptaannya merupakan yang pertama di Indonesia.


sumber : Kantor Berita Kemanusiaan